Kemudahan itu memiliki sisi sulit. Saat kendaraan masih sulit,
rasanya malah lebih mudah menengok kampung nenek. Kini, kampung itu
hanya empat jam bermobil itupun sudah dengan risiko macet. Tapi dulu,
jarak ini harus ditempuh dengan cara bangun subuh untuk bisa sampai
sebelum maghrib. Pertama harus naik oplet, lalu disambung bus, ganti
andong dan kendaraan terakhir adalah jalan kaki karena beratnya medan.
Kini, ketika perjalanan telah menjadi mudah, betapa sulit mengunjungi
kampung ini. Ada saja kesulitan yang tak pernah saya duga sebelumnya,
yakni: kesibukan.
Benarkah saya sibuk? Ternyata tidak. Saya bisa berhari-hari di rumah.
Jadi mestinya saya bisa dengan mudah berkunjung ke kampung nenek karena
secara teknis mudah sekali. Kenapa menjadi sulit? Ternyata karena
prioritas di otak saya telah berubah. Fisik saya pasif dan diam, tetapi
otak saya bisa berjam-jam keruh oleh komputer dan aneka gagdet. Telpon
tak henti-henti berdering, SMS tak henti-henti menyalak dan beberapa di
antaranya butuh berbaku-balas berkali-kali. Apakah untuk soal-soal yang
penting dan mendesak? Tidak. Ia tidak mendesak secara kebutuhan, tetapi
menjadi mendesak karena keinginan.
Jadi daftar kesibukan saya kini menjadi padat sekali oleh keinginan
walaupun tubuh saya tidak ke mana-mana. Sibuk apa saya ini? Inilah
bahayanya, saya sangat sibuk untuk soal-soal yang bahkan belum saya
mengerti. Karena ia sama sekali bukan soal penting dan mendesak tapi
tiba-tiba semuanya menjadi terasa penting mendesak. Untuk membuka
Twitter dan Face Book saja, saya bisa menunda bertemu saudara dengan
alasan karena saya sedang sibuk bekerja. Padahal kesibukan yang sangat
menyita konsentrasi itu bisa jadi hanya bernama bagaimana cara menulis
tweet agar banyak di-retweet dan menulis status agar banyak di-like.
Atau karena di jam ini di TV itu ada live penyanyi anu yang lama
ditunggu dan di TV sebelahnya ada drama Korea yang mengharu biru.
Tiba-tiba banyak sekali prioritas hidup saya yang mengembang ke
segenap jurusan tanpa saya sendiri sanggup mengendalikan. Ada banjir
informasi di benak saya yang semuanya menarik perhatian. Maka kampung
nenek yang kini telah menjadi dekat oleh teknologi itu menjadi terasa
jauh juga karena teknolgi. Banyak soal-soal yang dekat menjadi jauh
karena saya tak tertarik lagi. Kemunculan Windows seri delapan jauh
lebih saya tunggu katimbang kemunculan saudara jauh dengan oleh-oleh
ayam jago dalam keranjang bambu. Untuk menunggu varian HP terbaru, saya
butuh antre berminggu-minggu dan untuk jenis mobil terbaru saya harus
berdesakan menungu barang yang baru bisa tiba di show room enam bulan
ke depan. Kata ganti saya di sini bisa saya ganti dengan dia, Anda, kami
dan kita. Otak kita di hari-hari ini menjadi sangat sibuk untuk
memilih aneka tawaran yang tak semuanya kita pahami tapi amat kita
minati. Ada zaman ketika begitu banyak ketersediaan tapi mendatangkan
kebingungan pilihan.