Hati-hatilah memasang foto wajah di baliho dan spanduk. Selera publik
telah berubah. Kota yang terlalu banyak iklan bukan lagi dianggap
hiasan, melainkan, maaf, sampah. Maka sayangilah wajah, jika potret
wajah harus termasuk dalam daftar sampah. Sungguh, merayu pubik cuma
dengan potret wajah tak lagi soal mudah. Maka nasihat saya, pasanglah
foto Anda dengan sedikit rasa bersalah. Jangan terlalu percaya diri
karena jangan-jangan buahnya malah umpatan dalam hati.
Tak ada sinisme tanpa asal-usul. Sudah lama sebenarnya, publik
memendam derita kepada slogan. Karena hanya di dalam slogan mudah
dijumpai seluruh kebaikan. Sementara kebaikan sulit dicari di dalam
kenyataan, ia malah terpampang dengan mencolok di slogan-slogan.
Sementara ketulusan sulit ditemui dalam kenyataan, ia malah begitu mudah
dijumpai di iklan-iklan. Wajah tersenyum amat mudah ditemui dalam
foto-foto, tetapi tidak di jalan-jalan dan di sebagian (besar) lembaga
dan institusi. Sementara ada kesulitan menemukan nilai di dalam
kenyataan, nilai begitu jelas dipasang sebagai hiasan. Inilah asal-usul
sinisme itu. Jika ini diteruskan, sinisme itu akan berubah menjadi
kemuakan, yang muak akan menjadi kebencian dan yang benci akan menjadi
kemarahan.
Negara harus sukses mencegah sinisme itu untuk tidak berkembang
menjadi kemuakan dan seterusnya. Satu-satunya jalan ialah
memperjuangkan sekuat mungkin azas kepantasan. Jika banyak foto yang
mengaku orang baik terpajang, di kenyataan benar-benar harus mudah
ditemui kebaikan. Jika banyak sekali spanduk bertuliskan kemuliaan,
publik harus mudah menemukan di dalam kenyataan. Ini baru pantas dan
sepadan. Karena jika seorang pribadi benar-benar dirindukan, hanya
dengan melihat gambarnya saja, sudah mendatangkan ketenteraman.
Jadi ini bukan soal foto. Beberapa pengajar cara hidup sukses, malah
menganjurkan agar seseorang rajin memasang foto, gambar, tulisan dari
pihak yang diidolakan. Barang-barang itu akan menjadi keramat dalam
hati. Ia akan membimbing, menyediakan peta dan orientasi, karena gambar
itu, tulisan itu, foto itu, berasal dari para pribadi unggul dan layak
diteladani. Maka tidak ada yang salah dari foto-foto dan
slogan-slogan. Jika ia datang dari pribadi tinggi, semakin besar
gambarnya, semakin ia akan ditatap dengan hati. Tetapi rumus ini juga
berlaku sealiknya. Maka jika seseorang ada di wilayah sebaliknya, jangan
bermain api dengan simbol-simbol ini. Sungguh, ada foto yang ditatap
dengan doa dan harapan, ada juga foto yang ditatap dengan muak dan
umpatan. Maka, penting sekali sadar ukuran.
Sumber :
www.priegs.com